Sabtu, 11 Juni 2011

Hubungan Demokrasi dengan Civil Society

Demokrasi adalah kebebasan untuk berpendapat dengan adanya kebebasan pers didalamnya dan adanya trias politika sebagai penampungan aspirasi masyarakat dan kebebasan tersebut harus bertanggung jawab. Kebebasan tersebut tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.
Awalnya demokrasi diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya pengertian demokrasi menjadi lebih luas sebagai bentuk pemerintahan di mana hak-hak untuk membuat keputusan-keputusan politik harus melibatkan rakyat baik secara langsung maupun perwakilan.
Demokrasi mempunyai nilai untuk menghindari tirani (kesewenang-wenangan), adanya jaminan HAM untuk menuju perdamaian dan kemakmuran suatu masyarakat dan Negara.
Demokrasi menjadi istilah yang bersifat universal, tetapi dalam prakteknya terdapat perbedaan-perbedaan antara satu negara dengan negara yang lain.
Akan tetapi, terdapat prinsip-prinsip dasar yang sama, seperti persamaan, dihormatinya nilai-nilai kemanusiaan, penghargaan kepada hak-hak sipil dan kebebasan, serta dihargainya pluralitas dan kompetisi yang fair.
Civil Society adalah keterlibatan warga Negara yang bertindak secara kolektif untuk mencapai tujuan dan masyarakat sipil yang memusatkan perhatiannya untuk kepentingan publik tetapi tidak berusaha untuk merebut kekuasaan. Habermas seorang tokoh madzab Frankfurt melalui konsep the free public sphere atau ruang publik yang bebas, di mana rakyat sebagai citizen memiliki akses atas setiap kegiatan publik. Sebagai missal, setiap individu memiliki kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi dengan syarat harus kebebasan yang bertanggung jawab. Pandangan Habermas ini, tampaknya sedang berlangsung di Indonesia saat ini. Cuma yang jadi soal, kita baru berada pada tataran proses belajar, setelah sekian lama kebebasan kita dibelenggu oleh penguasa. Sikap egalitarian bangsa ini telah terkoyak-koyak oleh perjuangan memperebutkan atribut-atribut semu yang dikendalikan oleh invisible hand. Jiwa dari the free public sphere sebenarnya telah terakomodasi dalam UUD 1945 Pasal 28. Namun, karena kuatnya political will penguasa spirit dari gagasan Habermas ini memudar nyaris punah.
Kita telah lama memimpikan ruang publik yang bebas tempat mengekspresikan keinginan kita atau untuk meredusir, meminimalisir berbagai intervensi, sikap totaliter, sikap etatisme pemerintah. Pada ruang publik inilah kita memiliki kesetaraan sebagai aset untuk melakukan berbagai transaksi wacana tanpa harus takut diciduk, diintimidasi atau ditekan oleh penguasa. Model ini sudah lama tetapi sekaligus merupakan format baru bagi kita untuk mereformasi paradigma kekuasaan yang telah dipuntir oleh penguasa Orde Baru.
The free public sphere merupakan inspirator, motivator sekaligus basis bagi mekanisme demokrasi modern, seperti yang dialami oleh Amerika, bangsa Eropa dan kawasan dunia lain. Demokrasi modern secara substantif mengacu pada kebebasan, kesetaraan, kemandirian, kewarganegaraan, regularisme, desentralisme, aktivisme, dan konstitusionalisme.
Kita mesti membangun dan mengembangkan institusi seperti LSM, organisasi sosial, organisasi agama, kelompok kepentingan, partai politik yang berada di luar kekuasaan negara, termasuk Komnas HAM dan Ombudsman yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini tidak serta merta menghilangkan keterhubungannya dengan negara atau bersifat otonom. Berbagai undang-undang, hukum dan peraturan negara tetap menjadi pijakan bagi setiap institusi dalam melakukan aktivitasnya. Hal terpenting dalam civil society adalah kesetaraan yang bertumpu pada kedewasaan untuk saling menerima perbedaan. Tanpa itu, civil society hanya merupakan slogan kosong.
Civil Society dan demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi.

Menguatnya civil society saat ini sebenarnya merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat, elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi, walau secara esensial justru sebaliknya.
Kesadaran masyarakat akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap dilakukan demi demokrasi.
Keterlibatan warga dalam keputusan-keputusan politik akan efektif apabila tersedia ruang yang cukup luas dalam hubungan rakyat dengan negara. Ruang partisipasi ini disebut sebagai ruang publik (public sphere). Melalui ruang publik inilah, individu atau asosiasi warga masyarakat mengaktualisasikan aspirasinya untuk mempengaruhi keputusan-keputusan negara.
Negara yang menyediakan ruang publik yang cukup luas dan masyarakat yang memanfaatkan ruang tersebut untuk berinteraksi dengan negara inilah yang akhirnya membentuk sebuah masyarakat sipil (civil society).
Jadi, demokrasi memungkinkan terbentuknya masyarakat sipil, dan masyarakat sipil akan dapat berkembang apabila prinsip-prinsip dasar demokrasi diterapkan dalam negara 

Oleh : Rany A Wardani (HI-UB)

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates